Imam Hasan R.a bin Imam Ali K.w

Sabtu, 17 April 2010

Adalah cucu kesayangan Nabi saw. Dia begitu menyerupai sang datuk saw. dalam kelembutan hati, kesabaran, kepribadian, dan kedermawanan. Nabi saw. telah mencurahkan cinta dan kasih sayang kepadanya di di hadapan kaum Muslimin. Banyak hadis yang telah diriwayatkan darinya mengenai kedudukan dan ketinggian kedudukan sang cucunda; Imam Hasan as. ini, antara lain:
Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata: “Sesungguhnya Nabi pernah menyambut Hasan dan memeluknya seraya berkata, ‘Ya Allah, ini adalah anakku, sungguh aku mencintainya dan mencintai orang yang mencintainya.”[1]
Menurut sebuah riwayat, Al-Barâ’ bin ‘Âzib pernah berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah saw., sedang Hasan berada di atas pun-daknya sambil berkata: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah orang yang mencintainya.’”[2]
Diriwayatkan bahwa Ibn Abbâs berkata: “Rasulullah saw. datang sambil memanggul Hasan di pundaknya. Seorang laki-laki yang menjumpainya berkata, ‘Hai anak, kamu telah menunggangi tung-gangan yang paling baik.’ Rasulullah pun menimpali, ‘Dan sebaik-baiknya penunggang adalah dia (Hasan).’”[3]
Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat peng-hulu pemuda ahli surga, maka lihatlah Hasan.”[4]
Rasulullah saw. bersabda: “Hasan adalah buah hatiku di dunia ini.”[5]
Menurut sebuah riwayat, Anas bin Malik pernah berkata: “Hasan datang menemui Rasulullah saw. Aku menahannya. Lantas ia ber-kata, ‘Celaka engkau hai Anas! lepaskan anak dan buah hatiku itu. Barang siapa yang menyakitinya, dia telah menyakitiku, dan barang siapa yang menyakitiku, ia telah menyakiti Allah.’”[6]
Ketika Rasulullah saw. sedang mengerjakan salah satu salat Magh-rib atau Isya’, ia memperpanjang sujud. Seusai salam, orang-orang bertanya mengapa ia melakukan hal itu. Ia menjawab: “Ini (Hasan) adalah anakku. Ia menaikiku dan aku tidak ingin mengusiknya.”[7]
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Abdurahman bin Zubair ber-kata: “Di antara keluarga Nabi saw. yang paling mirip dengannya dan yang paling dicintai adalah Hasan. Aku melihat Rasulullah saw. sujud dan Hasan menaiki punggungnya. Ia tidak mau menurunkan-nya sampai ia (Hasan) sendiri yang turun. Dan aku melihat Rasulul-lah saw. sedang rukuk lalu merenggangkan jarak kedua kakinya sehingga Hasan dapat keluar dari arah lain.”[8]

Banyak sekali hadis seperti itu yang telah disabdakan oleh Nabi saw. tentang keutamaan cucu kesayangan dan buah hatinya itu. Para perawi menukil sekelompok hadis lain yang menjelaskan keutamaannya, keu-tamaan saudaranya; Imam Husain as. penghulu para syahid, dan keuta-maan Ahlul Bait as. Dan Imam Hasan termasuk salah seorang dari mereka. Hal itu telah kami jelaskan dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2.
Masa Pertumbuhan

Nabi saw. mengasuh dan memberikan teladan yang baik kepada Imam Hasan as. Ia mencurahkan seluruh perhatian kepada cucunya yang satu ini. Ayahnya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. sebagai pendidik terbaik dalam Islam juga telah mendidiknya dengan baik. Ia telah mena-namkan suri teladan yang mulia dan karakter yang agung di dalam jiwa-nya sehingga Hasan menjadi manifestasi yang sempurna dari seluruh karakter tersebut. Hasan juga dididik oleh penghulu semesta alam, Sayyidah Fatimah Az-Zahrâ’ as. Sang ibu telah menanamkan keimanan yang murni dan kecintaan yang dalam kepada Allah swt.

Imam Hasan as. tumbuh di dalam rumah kenabian, curahan wahyu, dan pusat kendali imâmah. Oleh karena itu, ia pantas menjadi teladan terbaik untuk pendidikan Islam dalam tingkah laku dan kepribadiannya yang agung.
Teladan Yang Agung

Dalam diri Imam Hasan as., tercermin sifat yang luhur dan teladan yang agung, terjelma karakteristik sang kakek dan ayahnya yang telah berhasil menegakkan simbol-simbol kesadaran dan kemuliaan di muka bumi ini.

Imam Hasan as. telah mencapai puncak kemuliaan, kehormatan, pandangan yang dalam, pemikiran yang tinggi, kewarakan, kesabaran yang luas, dan budi pekerti yang luhur. Semua itu adalah butir-butir mu-tiara kemuliaannya.
Imâmah

Sifat utama Imam Hasan as. yang paling menonjol adalah imâmah (kepe-mimpinan), karena ia memiliki keutamaan dan potensi yang tidak dimiliki kecuali oleh orang yang telah dipilih oleh Allah swt. di antara hamba-hamba-Nya. Dan Allah swt. telah menganugerahkan hal itu kepadanya. Nabi saw. pernah menegaskan kepemimpinannya dan saudaranya; Imam Husain as. seraya bersabda: “Hasan dan Husain adalah pemimpin, baik ketika mereka berkuasa maupun ketika diam.”

Hendaknya kita merenung sejenak untuk memikirkan arti imâmah dan seluruh elemen yang melapisinya. Semua itu dapat mengungkapkan betapa kedudukan dan keagungan Imam Hasan as.
a. Arti Imâmah

Menurut persepsi para teolog, imâmah didefinisikan sebagai kepemim-pinan universal seseorang menyangkut urusan agama dan dunia. Menurut definisi ini, imam adalah pemimpin universal yang wajib ditaati. Ia memi-liki kekuasaan mutlak atas umat manusia dalam semua urusan agama dan dunia.
b. Perlu Kepada Imâmah

Kepemimpinan adalah salah satu kebutuhan utama dalam kehidupan umat manusia. Dan kebutuhan ini tidak dapat diabaikan dalam kondisi apapun. Dengan imâmah, tatanan dunia dan agama yang bengkok dapat diluruskan. Dengan imâmah, keadilan yang telah dicanangkan oleh Allah akan terealisai di muka bumi ini, stabilitas umum dan ketentraman di tengah umat manusia akan terwujud, berbagai kesulitan dan bencana akan dapat diatasi, dan kezaliman orang yang kuat atas orang yang lemah dapat dicegah.

Faktor paling urgen yang menuntut kehadiran seorang imam adalah menuntun umat manusia kepada penghambaan pada Allah swt., menye-barkan hukum-hukum dan ajaran-Nya, dan menanamkan roh iman dan takwa di dalam diri masyarakat agar mereka dapat menepis kejahatan dan merangkul kebaikan. Seluruh umat manusia wajib mengikutinya dan menjalankan perintahnya agar ia dapat menegakkan pondasi kehidupan mereka dan memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
c. Tugas-Tugas Seorang Imam

Tugas-tugas seorang pemimpin kaum Muslimin adalah sebagai berikut:
Menjaga agama Islam dari orang-orang yang hendak merongrong nilai-nilai akhlak.
Menjalankan hukum, menyelesaikan pertikaian di tengah masyara-kat, dan membela orang yang teraniaya.
Melindungi negara Islam dari serangan musuh, baik berupa sera-ngan militer maupun pemikiran.
Mengeksekusi sanksi dan hukuman atas seluruh tindak kejahatan yang menyebabkan umat menjadi sengsara.
Membentengi daerah-daerah perbatasan negara Islam.
Berjihad.
Mengumpulkan dan menyalurkan harta negara, seperti zakat, pajak, dan lain sebagainya, sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Merekrut orang-orang yang jujur sebagai aparatur negara dan tidak mengangkat seorang pegawai hanya karena ia mencintai atau meng-utamakannya.
Mengawasi urusan rakyat secara langsung dan tidak menyerahkan-nya kepada orang lain, karena itu merupakan hak rakyat atasnya.[9]
Mengikis pengangguran, meratakan kesejahteraan sosial sehingga dapat dinikmati oleh lapisan masyarakat, dan mengangkat mereka dari garis kemiskinan.

Ini semua adalah sebagian tugas yang wajib dijalankan oleh seorang imam untuk umatnya. Topik ini telah kami paparkan dalam buku, Ni-zhâm Al-Hukm wa Al-Idârah fi Al-Islam.
d. Karakteristik Imam

Seorang imam harus memiliki syarat-syarat berikut ini:
Adil dengan seluruh syaratnya; yakni menghindari dosa-dosa besar dan tidak melakukan dosa-dosa kecil secara terus menerus.
Memiliki pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat di seluruh bidang dan mengetahui sebab-sebab turun dan hukum Al-Qur’an.
Indera yang sehat, seperti pendengaran, penglihatan, dan lisan, agar ia dapat melakukan sesuatu yang ia ketahui secara langsung. Begitu pula disyaratkan supaya anggota badannya yang lain sehat.
Memiliki wawasan yang luas untuk mengatur rakyat dan kemaslaha-tan umum.
Berani, tegar, mampu menjaga negara Islam, dan berjuang melawan musuh.
Seorang imam harus berasal dari keturunan Quraisy.
Syarat-syarat dan karakteristik di atas telah dijelaskan oleh Al-Mâ-wardî dan Ibn Khaldûn.[10]
‘Ishmah (keterjagaan dari dosa). Menurut para ahli teologi, definisi ‘ishmah adalah anugerah Ilahi (luthf) yang Dia berikan kepada hamba pilihan. Dengan itu, ia tercegah dari perbuatan dosa dan kesalahan, baik dosa yang dilakukan dengan sengaja maupun lupa.

Syi‘ah sepakat bahwa seorang imam harus memiliki karakter ‘ishmah. Dalil mereka adalah hadis Tsaqalain. Dalam hadis ini, Nabi saw. telah mendam-pingkan Al-Qur’an dengan ‘Itrah. Sebagaimana Al-Qur’an terjaga dari kesalahan dan kekeliruan, begitu pula ihwal ‘Itrah yang suci. Jika tidak demikian, maka pendampingan dan penyamaan antara kedua pusaka itu tidaklah berarti sebagaimana penjelasan yang sudah dipaparkan.

Seluruh karakter itu tidak dapat terpenuhi kecuali pada diri para imam Ahlul Bait as. sebagai pengayom dan pemelihara Islam serta penuntun jalan kepada keridhaan dan ketaatan kepada Allah swt.

Sejarah dan perilaku para imam Ahlul Bait as. sendiri membuktikan bahwa mereka terjaga dari setiap kesalahan dan penyimpangan. Berbagai peristiwa telah membuktikan realita ini. Lebih dari itu, seluruh peristiwa itu juga menegaskan bahwa mereka adalah pribadi-pribadi agung yang tidak ada tandingannya dalam sejarah umat manusia. Hal itu lantaran mereka memiliki kemuliaan yang agung, ketakwaan, dan kepedulian yang tinggi terhadap agama.
e. Penentuan Imam

Syi‘ah percaya bahwa penentuan seorang imam bukan di tangan umat manusia, tidak pula di tangan Ahl Al-Hall wa Al-‘Aqd (badan penentu kemaslahatan dan kesepakatan bersama). Konsep pemilihan untuk meng-angkat seorang imam tidak dapat dibenarkan. Mustahil kita dapat memi-lihnya. Imâmah tak ubahnya dengan kenabian. Sebagaimana kenabian tidak dapat ditentukan oleh umat manusia, demikian pula halnya imâmah, lantaran ‘ishmah sebagai syarat utama dalam imâmah tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah swt. yang mengetahui rahasia setiap jiwa insan.

Hujah Keluarga Muhammad saw. dan Mahdî afs. umat ini telah menjelaskan konsep ini dengan sebuah argumentasi ketika ia berdialog dengan Sa‘d bin Abdillah. Sa‘d pernah bertanya kepadanya tentang sebab mengapa umat manusia tidak boleh memilih imam mereka sendiri. Imam Mahdî afs. menjawab: “Mereka memilih seorang penegak kebaikan ataukah keburukan?”

“Tentu memilih penegak kebaikan”, jawab Sa‘d singkat.

“Mungkinkah pemilihan mereka itu jatuh kepada seorang pelaku keburukan, lantaran tidak seorang pun dari mereka yang mengetahui apa yang tersirat di dalam hati orang lain; kebaikan ataukah keburukan?”, tukas Imam Mahdî afs.

“Ya, bisa saja terjadi”, jawab Sa‘d pendek.

Imam Mahdî afs. melengkapi: “Itulah penyebabnya. Aku akan men-jelaskan kepadamu dengan dalil yang dapat dipercaya oleh akalmu. Jawablah pertanyaanku ini. Terdapat para rasul yang telah dipilih oleh Allah dan diturunkan kitab kepada mereka, lalu mereka diperkuat dengan wahyu dan ‘ishmah. Karena itu mereka menjadi penuntun umat dan lebih akurat dalam menentukan pilihan, seperti Mûsâ dan Isa. Sekarang dengan kesempurnaan akal dan ilmu mereka berdua, apakah mungkin pilihan mereka jatuh pada seorang munafik, sementara mereka meyakini bahwa dia adalah seorang mukmin?”

“Jelas tidak mungkin”, jawab Sa‘d.

Imam Mahdî afs. menimpali: “Lihatlah Mûsâ. Ia adalah Kalîmullâh. Dengan akalnya yang tinggi, ilmunya yang sempurna, dan wahyu pun turun kepadanya, ia telah memilih orang-orang terkemuka di antara kaumnya dan para pembesar bala tentaranya untuk menjumpai Tuhannya sebanyak 70 orang. Keimanan dan keikhlasan para pembesar pilihan itu tidak diragukan lagi. Tetapi ternyata pilihannya itu jatuh pada orang-orang munafik. Allah swt. berfirman:

‘Dan Mûsâ memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.’[11]

Dalam ayat lain Allah swt. berfirman:

‘Mereka berkata, ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.’ Maka mereka disambar petir karena kezaliman mereka.’[12]

“Jika kita melihat bahwa pilihan orang yang telah dipilih Allah swt. untuk tugas kenabian ternyata jatuh pada orang yang korup, bukan pada orang yang baik, tetapi ia menduga bahwa orang itu adalah orang baik, maka kita tahu bahwa pemilihan itu harus berada di tangan Dzat Yang Maha mengetahui segala yang tersembunyi di dalam dada dan jiwa.”[13]

Sesungguhnya kemampuan manusia tidak mampu untuk menge-tahui kemaslahatan yang dapat membawa umat kepada kebahagiaan. Oleh karena itu, pemilihan imam itu tidak mungkin berada di tangan manusia, tetapi di tangan Allah yang mengetahui segala rahasia.

Inilah gambaran global mengenai imâmah. Untuk lebih detailnya, Anda dapat membaca buku-buku teologi.
Keluhuran Akhlak

Imam Hasan as. mewarisi kakeknya yang memiliki keunggulan di atas seluruh nabi dengan ketinggian akhlaknya. Para perawi hadis banyak meriwayatkan berbagai macam keutamaan akhlaknya. Di antaranya kisah berikut ini:
Pada suatu hari, seseorang datang dari Syam dan melewati Imam Hasan as. Orang itu mencela dan menghina Imam Hasan as. Imam diam dan tidak membalasnya. Seusai orang itu melampiaskan celaannya, Imam as. mendatanginya dengan santun dan senyum yang lebar. Imam as. berkata kepadanya: “Hai Syaikh, aku yakin Anda orang asing di sini. Jika Anda perlu sesuatu dari kami, kami akan penuhi. Jika Anda perlu petunjuk, kami akan beri petunjuk. Jika Anda meminta untuk memikul suatu barang, kami akan pikul. Jika Anda lapar, kami beri makan. Jika Anda perlu suatu hajat, kami akan penuhi. Jika Anda terusir, kami siap melindungi.”

Imam Hasan bersikap lembut kepada orang Syam itu sehingga membuatnya tercengang. Dia tidak mampu menjawab sepatah kata pun dan bingung bagaimana harus meminta maaf kepada Imam as. untuk memaklumi kesalahannya. Akhirnya dia berkata: “Allah lebih mengetahui di manakah Dia meletakkan risalah-Nya.”[14]
Pada suatu ketika, Imam Hasan as. duduk di suatu tempat. Ketika ia ingin meninggalkan tempat itu, tiba-tiba seorang fakir datang kepadanya. Imam as. menyambutnya dengan lemah lembut sembari berkata: “Kamu datang ketika kami hendak berdiri. Apakah kamu izinkan aku meninggalkan tempat ini?”

Lelaki fakir itu merasa kagum dengan ketinggian akhlak Imam Hasan as. Ia pun memperkenankan Imam as. untuk meninggalkan tempat tersebut.[15]
Ketika Imam Hasan as. melewati sekelompok orang-orang fakir yang telah meletakkan potongan-potongan kecil roti di atas tanah lantas melahapnya. Mereka mengajak Imam as. untuk duduk makan bersama. Imam pun duduk di tengah-tengah mereka dan makan bersama. Imam as. berkata: “Sesungguhnya Allah swt. tidak me-nyukai orang-orang sombong.” Kemudian Imam meminta mereka untuk memenuhi undangannya. Tak ayal lagi, mereka pun bergegas pergi bersamanya. Ia memberi makan dan pakaian kepada mereka sampai mereka puas.[16]
Kesabaran yang Luas

Salah satu karakter Imam Hasan as. yang menonjol adalah kesabarannya yang luas. Ia senantiasa membalas setiap orang yang berbuat buruk dan dengki kepadanya dengan kebaikan. Para ahli sejarah telah meriwayatkan banyak kisah mengenai kesabaran Imam as. ini. Di antaranya adalah kisah berikut ini:
Suatu hari Imam Hasan as. ia melihat kaki kambing miliknya patah. Ia bertanya kepada budaknya: “Siapakah yang melakukan hal itu?” “Saya”, jawab budak itu pendek. “Mengapa kamu lakukan itu?”, tanya Imam as. “Agar Anda merasa sedih”, jawab budak itu. Imam tersenyum seraya berkata: “Aku akan membahagiakanmu.” Selekas itu, Imam as. memberi hadiah kepadanya lalu membebaskannya.[17]
Seorang musuh bebuyutan Imam Hasan as. adalah Marwân bin Hakam. Marwân telah mengakui luasnya kesabaran Imam Hasan. Marwân menegaskan pengakuannya ketika Imam as. wafat. Saat itu, Marwân segera menepuk jenazahnya. Sang adik, Imam Husain as., terkejut dengan sikap Warwân tersebut seraya bertanya: “Sekarang kau tepuk jenazahnya, padahal kemarin kau membuatnya murka?” Marwân menjawab: “Kulakukan ini kepada orang yang kesabaran-nya laksana gunung.”[18]

Imam Hasan as. adalah seseorang yang berkesabaran tinggi, berakhlak luhur, dan berbudi pekerti agung. Ia dapat menarik hati orang lain de-ngan sifat-sifat mulia seperti ini.

Kedermawanan

Imam Hasan as. adalah orang yang paling murah hati dan paling banyak berbuat baik kepada fakir miskin. Ia tidak pernah menolak pengemis. Ada seseorang yang bertanya kepadanya: “Mengapa Anda tidak pernah menolak pengemis?”

Imam as. menjawab: “Aku mengemis kepada Allah dan mencintai-Nya. Aku malu menjadi pengemis kepada Allah sementara aku menolak seorang pengemis. Sesungguhnya Allah senantiasa melimpahkan nikmat-Nya kepadaku. Dan aku berusaha untuk senantiasa melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia. Aku takut bila kuputus kebiasaan ini Allah akan memutuskan kebiasaan-Nya.” Lalu Imam as. menyenandungkan syair:

Apabila datang kepadaku seorang pengemis, kusambut dia dengan ucapan: “Selamat datang, wahai yang karunianya segera dianugerah-kan kepadaku dengan pasti.”

Dan karunianya adalah karunia bagi setiap pengutama, sebaik-baik hari bagi seseorang adalah ketika ia diminta.[19]

Para utusan orang-orang sengsara dan fakir miskin senantiasa datang berbaris di depan pintu rumah Imam Hasan as. Dengan tangan terbuka dan penuh kasih, Imam memberi santunan kepada mereka, dan mem-perbanyak santunannya.

Para ahli sejarah telah menulis berbagai kisah mengenai kederma-wanan Imam Hasan as. sebagai berikut:
Seorang Arab Baduwi datang kepada Imam Hasan as. untuk meminta sesuatu. Imam as. berkata: “Berikanlah kepadanya apa yang ada di dalam lemari itu!” Ketika itu, terdapat 10.000 dirham di dalam lemari tersebut. Orang Baduwi berkata: “Bolehkah aku mengutarakan hajatku dan menebarkan pujianku?”

Imam Hasan as. menjawabnya dengan bait-bait puisi:

Kamilah pemilik ladang yang subur, harapan dan cita datang tuk menggembala di sana.

Kamilah pemilik jiwa derma sebelum kau pinta, menjaga kehor-matan orang yang meminta.

Sekiranya laut tahu keutamaan orang yang meminta pada kami, pasti ia kan limpahkan karunianya karena malu.[20]
Suatu hari, Imam Hasan as. terhenti melihat seorang budak hitam legam yang sedang menggenggam sepotong roti. Satu suapan ia makan dan satu suapan lainnya ia berikan kepada anjing. Imam as. bertanya kepadanya: “Mengapa kamu berbuat seperti itu?” “Aku malu memakannya bila aku tidak memberinya,” demikian budak itu menjawab.

Imam Hasan as. melihat sifat luhur pada diri budak itu. Karena itu ia ingin membalas perbuatan baiknya itu dengan kebaikan pula demi menebarkan keutamaan di tengah-tengah masyarakat. Imam as. berkata kepadanya: “Jangan beranjak dari tempat dudukmu.”

Setelah berkata begitu, Imam Hasan as. pergi dan membeli budak itu dari majikannya. Lebih dari itu, ia juga membeli kebun yang di sana budak itu duduk. Kemudian Imam as. membebaskan budak tersebut dan memberikan kebun itu kepadanya.[21]

1. Suatu hari, Imam Hasan as. melewati sebuah gang kota Madinah. Tiba-tiba ia mendengar seorang lelaki tengah memohon kepada Allah agar diberikan uang 10.000 dirham. Imam segera pulang ke rumahnya dan mengirim uang itu kepadanya.[22]

Inilah sebagian contoh dari kedermawanan Imam Hasan as. Kami telah membawakan berbagai contoh dan kisah kedermawanannya dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1.
Kezuhudan

Buah hati dan cucu Rasulullah saw. yang pertama ini memiliki kezuhudan dalam semua sisi kehidupan. Ia memfokuskan diri kepada Allah swt. dengan segenap jiwa raga dan merasa cukup dengan harta dunia yang sedikit. Ia pernah berkata:

Secuil roti kering dapat mengenyangkan perutku, dan seteguk air putih dapat menghilangkan dahagaku.

Sehelai baju dapat menutupi badanku kala aku hidup, dan kain kafan pun cukup bagiku bila aku mati.

Imam Hasan as. mengukir dua bait syair pada cincinnya yang melukiskan dirinya sebagai orang yang zuhud. Dua bait itu adalah:

Hidangkanlah takwa untuk dirimu sebisamu, sungguh kematian akan datang padamu, hai pemuda.

Di pagi hari engkau bergembira seakan tak melihat para kekasih hatimu hancur luluh di dalam kubur dan hancur.[23]

0 komentar: